PONTIANAK – Wacana Amandemen Undang-undang 1945 belakangan menjadi perbincangan hangat di publik, usai Ketua MPR Bambang Soesatyo menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor, belum lama ini. Salah satu yang dikhawatirkan adalah pembahasan soal penambahan masa jabatan Presiden.
Awal garis besar isunya adalah MPR berencana mengamandemen secara terbatas UUD 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak melebar ke persoalan lain. Rencana tersebut sudah mendapat dukungan dua partai politik yang memiliki kader di MPR yakni PPP dan PKB.
Bagaimana tanggapan Fraksi Nasdem sendiri ? Sekretaris Fraksi Nasdem di MPR RI, Syarif Abdullah Alkadrie menyebutkan bahwa wacana mengamandemen UU 1945 menjadi persoalan dasar dan sangat mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dari itu, perlu diperhitungkan dan dianalisas secara strategis ke depannya seperti apa.
“Kalau dikaitkan dengan kondisi Pandemi COVID-19 sepertinya masih belum tepat waktunya diisukan untuk dibahas. Kita evaluasi saja, ketika pertimbangan merevisi UU Pilkada dan Pileg, Presiden Jokowi saja belum setuju waktu itu. Padahal soal Pilkada dan Pileg sangat urgent dan penting. Apalagi waktunya bersamaan,” ucapnya di Pontianak belum lama ini.
Menurut dia revisi UU Pilkada dan Pileg saja banyak persoalan di dalamnya dan harus dikupas. Misalnya menyangkut sumber daya manusia, keamanan, dan berbagai persoalan di dalamnya. “Presiden saja tidak menginginkan karena masih di masa Pandemi COVID-19. Apalagi sampai mengamandemen UU 1945. Tidak bisa dikatakan secara terbaras PPHN saja. Jelas perubahan bakalan menyangkut semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Ketua DPW Nasdem Kalbar ini.
Politisi Nasdem DPR RI ini melanjutkan mengamandemen UU 1945, jelas ada kewenangan DPD disitu. Belum lagi soal DPR RI dan DPRD se-Indonesia. Juga ada partai politik di luar kondisi pemerintah. Belum lagi sikap-sikap partai-partai politik berpandang lain. “Nah kalau dipaksakan terjadi, tidak menungkinkan riak-riak kecil muncul. Bisa saja situasi kurang baik tercipta di tengah Pandemi COVID-19 ini,” ungkap dia.
Lebih lanjut dikatakan seandainya dikatakan wacana terbatas mengamandemen UU 1945 terkait PPHN dan RPJMN saja, sebenarnya sudah dapat diakomodir mempergunakan undang-undang yang sudah ada sebelumnya. Lebih tepatnya persoalan PPHN diakomodir, misalnyah memakai produk undang-undang yang sudah diterbitkan legislatif-eksekutif beberapa waktu dulu.
Bagaimana sikap Fraksi Nasdem DPR RI ? Fraksi Nasdem sesuai hasil rapat pimpinan dan partai politik menyatakan belum berpikiran melakukan perubahan atau mengamandemen UU 1945.
“Kami (Nasdem) sudah mengkaji. Mengamandemen UU 1945 tidak mungkin hanya dibatasi masalah pokok PPHN. Kemudian kita sudah belajar dari sejarah, sejak tahun 1945. Setiap wacana amandemen UU 1945, ada masalah dan persoalan muncul. Apalagi “barang” ini menyangkutg pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai orang beragama ibaratnya adalah kitab suci,” jelasnya.
Kepada pihak-pihak memuluskan wacana mengamandemen UU 1945, sebaiknya berpikir menyeluruh dan panjang. Harus dilihat dari proses dan sejarah panjang wacana amandemen UU 1945. Dipastikan akan memunculkan persoalan berkepanjangan.
Nasdem sendiri melihat dari beberapa persoalan dan lebih memandang belum waktunya. Harus dikaji lebih mendalam dan strategis lagi. Sehingga nanti, kapan waktu tepatnya dan mungkin periode mendatang bisa saja amandemen UU 1945 dilakukan.
Sementara Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyatakan sepakat dengan amandemen UUD RI Tahun 1945 untuk menghadirkan PPHN agar siapapun yang menjadi Presiden memiliki landasan filosofis dan ideologis yang lebih komprehensif, tidak sekadar menafsirkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945.
“Ini untuk menjawab kekhawatiran bahwa PPHN akan meniadakan keleluasaan Presiden untuk mengartikulasikan visi dan misinya dalam menjalankan pemerintahan seperti yang dikhawatirkan sejumlah pihak,” kata Arsul.
Menurut dia, bila nanti ada yang mengusulkan untuk memperluas pembahasan amandemen, seperti membahas masa jabatan presiden, dipastikan akan ditolak oleh seluruh anggota MPR. “Jadi meski bisa jadi dilempar sebagai wacana di tengah publik, namun sulit untuk menjadi agenda amandemen pada akhirnya,” ujarnya.
Ketua DPP PKB Daniel Johan, pihaknya mendukung rencana amandemen UUD 1945 yang diusulkan oleh MPR. Sebab, PPHN diperlukan untuk mengawal jalannya pemerintahan agar Indonesia bisa menjadi negara maju. “PPHN memang dianggap perlu tapi sangat penting untuk mengawal substansinya nanti agar benar-benar bisa membawa Indonesia masa depan yang menjanjikan,” kata Daniel. Sementara 6 Partai Politik di DPR RI sepertinya belum sepakat mengamandemen UUD 1945. Dari Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS termasuk Nasdem. Alasannya karena masih Pandemi COVID-19 dan ditakutkan pembahasannya malah melebar ke pembahasan pasal masa jabatan presiden.
Penolakan itu datang dari Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menilai saat ini bukan merupakan saat yang tepat untuk melakukan pembahasan UUD 1945. Sebab, kini masyarakat dan pemerintah sedang fokus dalam penanganan pandemi Covid-19.
“Sekarang bukan saat yang tepat membahas amandemen UUD, sekarang ini saatnya kita semua fokus mengatasi Covid-19. Jika ada kelompok atau golongan ingin mengubah UUD 1945 sebaiknya pada saat tenang setelah Covid-19 berlalu jangan pada saat seperti sekarang,” kata Benny.(den)
https://pontianakpost.co.id/nasdem-wacana-amandemen-uu-1945-di-tengah-pandemi-covid-19-tidak-tepat/